Wednesday, April 11, 2012

WANITA MODERN DALAM SUDUT PANDANG ISLAM



Wanita diciptakan oleh Allah swt dengan bentuk yang seindah-indahnya. Dengan segala kelembutan dan cinta kasih yang dimilikinya, ia mampu mewarnai kehidupan ini dengan keistimewaan yang ada dalam dirinya. Maka tak salah bila ada yang mengatakan bahwa wanita adalah ujung tombak pria. Bukan berniat untuk membanggakan diri sendiri, namun jika ditelisik lebih jauh lagi pernyataan tersebut memang benar adanya. Maka dari itu berbahagialah bagi anda yang terlahir sebagai wanita seutuhnya.
Namun terkadang sebagian dari mereka sering salah kaprah mengenai keistimewaan yang dimiliki wanita apalagi jika dilihat dari peraturan-peraturan yang ada. Beberapa peraturan tersebut antara lain, wanita memiliki aurat yang lebih banyak dan lebih sulit dijaga dibandingkan dengan pria, wanita diwajibkan untuk meminta izin dari suaminya apabila hendak keluar rumah tetapi tidak untuk pria, wanita lebih sedikit mendapatkan warisan dibandingkan dengan pria, wanita harus menghadapi kesulitan dalam mengandung dan melahirkan anak, wanita diwajibkan untuk selalu taat kepada suaminya tetapi suami tidak diharuskan untuk selalu taat kepada istrinya, talak terletak di tangan suami dan bukan di tangan istri, wanita tidak dapat menggunakan seluruh waktunya karena terhalang oleh haid dan nifas sedangkan pria 100% dapat menggunakan seluruh waktunya untuk beribadah kepada Allah swt.
Ternyata sulit sekali menjadi wanita muslimah dibandingkan dengan pria. Peraturan-peraturan tersebut terlihat seperti mengekang wanita layaknya lirik lagu yang sempat hits beberapa puluh tahun silam, “ wanita dijajah pria sejak dulu”. Lirik tersebut sangat tepat untuk menggambarkan keadaan wanita hingga di zaman modern sekarang ini karena terlihat jelas bahwa kedudukan pria selalu lebih tinggi dibandingkan dengan wanita.
Tapi coba kita kaji lagi tentang uraian-uraian di atas. Wanita menerima warisan lebih sedikit dari pria tetapi harta warisan itu menjadi milik pribadinya dan tidak perlu diserahkan kepada suaminya, sedangkan walaupun pria mendapat warisan lebih banyak namun warisan tersebut digunakan untuk istri dan anak-anaknya.
Wanita harus menghadapi kesulitan dalam mengandung dan melahirkan anaknya, tetapi setiap saat ia didoakan oleh seluruh makhluk, malaikat, dan seluruh makhluk Allah swt di muka bumi ini, dan meninggalnya jika karena melahirkan adalah mati syahid.
Kelak di akhirat nanti, seorang pria akan mempertanggungjawabkan 4 wanita, yaitu istrinya, ibunya, anak perempuannya, dan saudara perempuannya. Sedangkan wanita hanya bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Keistimewaan lain dari wanita ialah tanggung jawab atas dirinya ditanggung oleh 4 orang pria, yaitu suaminya, ayahnya, anak laki-lakinya, dan saudara laki-lakinya.
Seorang wanita boleh memasuki pintu surga melalui pintu manapun yang disukainya cukup dengan 4 syarat saja, yaitu shalat 5 waktu, puasa di bulan Ramadhan, taat pada suaminya dan menjaga kehormatannya.
Seorang pria perlu berjihad fisabilillah, tetapi wanita jika taat pada suaminya serta menunaikan tanggung jawab kepada Allah swt akan ikut menerima pahala seperti pahala orang yang pergi berperang fisabilillah tanpa perlu mengangkat senjata seperti yang dilakukan oleh pria.
Kisah lain datang dari zaman Jahiliyah, yaitu zaman dimana sebelum adanya Nabi Muhammad saw. Saat itu wanita tidak memiliki harga dirinya sama sekali. Setiap ada seorang wanita yang melahirkan, hal pertama yang selalu ditanyakan adalah bayinya berjenis kelamin laki-laki atau perempuan. Jika bayinya laki-laki akan dibiarkan hidup sedangkan jika bayinya perempuan maka akan dikubur hidup-hidup. Setelah Allah swt mengutus Nabi Muhammad saw, barulah seorang wanita dapat dihargai. Begitu hebatnya Rasulullah sehingga memuliakan seorang wanita. Suatu hari ada seseorang yang menanyakan kepada siapa dia harus berbakti, Rasulullah lalu menjawab “IBU” sampai 3 kali berturut-turut baru kemudian AYAH. Maka dari itu pahala wanita hamil kedudukannya seperti kedudukan orang yang berpuasa, qiyamul layl, dan berjuang di jalan Allah swt dengan diri dan hartanya. Jika ia melahirkan, maka pahalanya tidak diketahui oleh seorang pun karena begitu besarnya. Jika ia menyusui, maka setiap tetes air susu yang dihisap oleh anaknya seperti memerdekakan orang merdeka dari keturunan nabi Ismail. Jika ia menyapihnya, malaikat yang mulia mengepakkan sayapnya sambil berkata :” perbaruilah amalmu, dosa-dosamu telah diampuni”.
Satu hal yang mungkin kita anggap sepele adalah wanita sekarang lebih cenderung “independen” dan berlindung di balik “emansipasi” wanita. Jadi sebagian dari mereka ingin hidup mandiri dan menunjukkan bahwa mereka juga bisa seperti pria. Hasilnya, banyak diantara mereka yang kebablasan. Padahal mereka memiliki kodrat sebagai wanita yang mempunyai kewajiban, ketentuan, dan tata cara yang sudah diatur dalam islam. Sesungguhnya apa yang diperoleh dari itu semua terlebih mengorbankan kodratnya sebagai wanita adalah kekalahan bagi wanita yang paling telak.
Islamlah yang mengangkat derajat perempuan. Dulu perempuan hanya dianggap barang yang bisa ditukar, dijual, diwariskan, dijadikan budak, taruhan judi dan sebagainya. Ketika islam datang, derajat perempuan menjadi lebih tinggi sehingga surga saja ada di telapak kaki ibu. Artinya bahwa ridha Allah swt tergantung daripada ridha seorang ibu.
Peranan perempuan dalam islam begitu besar. Terciptanya negara yang besar bergantung dari bagaimana wanitanya. Terciptanya anak-anak yang menjadi kebanggaan keluarga juga bergantung dari seorang ibu. Jadi sebenarnya yang mempelopori emansipasi adalah islam.
Jauh Sebelum mempoklamirkan emansipasi wanita, Islam telah lebih dahulu mengangkat derajat wanita dari masa pencampakan wanita di era jahiliyah ke masa kemuliaan wanita. Islam tidak membedakan antara wanita dan pria. Semua sama di hadapan Allah swt, dan yang membedakan mereka di hadapan Allah adalah mereka yang paling bertaqwa, taqwa dalam artian menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Sering kita dengar pemahaman emansipasi wanita yang selalu digembar-gemborkan orang-orang barat yang mengatasnamakan hak asasi manusia, bahwa emansipasi wanita adalah menyamakan hak dengan kaum pria, padahal tidak semua hak wanita harus disamakan dengan pria, karena Allah swt telah menciptakan masing-masing jenis kelamin dengan latar belakang biologis kodrati yang tidak sama. Persamaan hak untuk dilindungi oleh hukum, mendapatkan gaji yang setara dengan pria jika berada di kedudukan atau kemampuan yang sama, dan lain sebagainya adalah segelintir contoh dibolehkannya persamaan hak dengan kaum pria.
Makna emansipasi wanita yang benar adalah perjuangan kaum wanita demi memperoleh hak memilih dan menentukan nasib sendiri. Sampai kini, mayoritas wanita Indonesia, terutama di daerah pedesaan dan sektor informal belum menyadari makna dari emansipasi wanita itu sendiri, akibat normatif terbelenggu persepsi etika, moral, dan hukum genderisme lingkungan sosio-kultural menjadi serba keliru. Belenggu budaya itulah yang harus didobrak gerakan perjuangan emansipasi wanita demi memperoleh hak asasi untuk memilih dan menentukan nasib sendiri.
Namun islam menempatkan sesuatu pada tempatnya. Islam menempatkan sosok wanita pada tempat dan peranannya karena Allah swt memberikan kodrat yang berbeda antara pria dan wanita. Sesuatu yang terdapat pada pria belum tentu ada pada wanita, begitu juga sebaliknya. Walaupun ada juga kesamaan antara keduanya.
Misalnya dalam hal pekerjaan, ada pekerjaan yang pantas untuk pria, pantas untuk wanita, ataupun pantas untuk keduanya asalkan tidak menyalahi pada kepatutan, kodrat ataupun norma agama.
Dalam hal kepemimpinan, Rasulullah saw telah bersabda: bila suatu negeri dipimpin oleh wanita, maka tunggulah kehancurannya.
Mengapa wanita tidak boleh memimpin? Hal tersebut dikarenakan faktor psikologis. Memimpin suatu negara dengan segala masalah yang kompleks dibutuhkan jiwa dan psikologis yang memadai, dan itu ada pada pria. Wanita cenderung mengedepankan perasaan daripada pikiran, dan hal itu tidak cocok dalam hal kepemimpinan. Tetapi walaupun demikian, seorang suami tidak akan berhasil memimpin suatu negeri tanpa dukungan yang kuat dari istri. Jadi wanita pun punya peranan yang sangat penting dalam mengatur suatu negara. Dan hal yang harus dipahami adalah emansipasi bukan berarti melanggar kodrat dan agama.
Permasalahan lain apakah wanita boleh menjadi kondektur bis? “Lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya. Masih banyak yang bisa dilakukan wanita itu daripada menjadi kondektur bis. Karena kondektur bis merupakan pekerjaan pria yang membutuhkan suara lantang, menghirup debu asap, berpanas-panasan, naik turun bis dengan berlari, dan lainnya yang buruk bagi fisik wanita. Maka dari itu saya mengatakan lebih banyak mudharatnya. Ini tidak baik dan tidak dibenarkan. Memenuhi kebutuhan hidup bisa lewat berdagang atau banyak hal lain yang bisa dijadikan mata pencaharian daripada menjadi kondektur bis”, ujar Ustadzah Istiqomah.  
Dan solusi dari segala permasalahan yang selalu terjadi mengenai emansipasi ini adalah dengan selalu mengingat bahwa secara kodrati wanita lebih unggul dalam kehidupan sebagai pemelihara rumah tangga.


No comments:

Post a Comment